PUASA MENURUT AJARAN JAWA KEJAWEN
Berpuasa dan bertapa, adalah dua hal yang tidak asing dalam budaya Jawa Kejawen. Bahkan puasa termasuk salah satu ‘menu pokok’ bagi para penganut Kejawen dalam menjalani laku batinnya.
Bagi penganut ajaran Kejawen, puasa bukanlah sekedar perpindahan jam makan dan minum atau sebuah mekanisme untuk mengejar pahala semata, namun puasa adalah merupakan tahapan dalam proses pembersihan diri serta merupakan satu satunya cara untuk mengistirahatkan mekanisme pencernaan dalam tubuh manusia.
Sistem pencernaan ini senantiasa berjalan terus tanpa pernah beristirahat. Mulai dari mengunyah makanan, hingga masuk dan diolah dalam lambung dan seterusnya, hingga manusia tidur dan bangun kembali dari tidurnya, proses ini berjalan terus tanpa henti. Sistem yang satu ini juga butuh istirahat, dan itu dapat terpenuhi jika kita berpuasa.
Ketika berpuasa, sistem pencernaan kita beristirahat. Dan sebagai akibat dari proses tersebut, organ-organ tubuh yang lainnya pun jadi ikut berpuasa. Hal ini bisa terjadi, mengingat makanan yang merupakan sumber energi serta bahan baku bagi proses pergantian sel-sel yang telah rusak dalam organ tubuh kita jadi tertunda untuk sementara waktu.
Puasapun juga bukan hanya berbicara tentang makan minum saja, namun semestinya juga diimbangi dengan berpuasanya pikiran dan hati kita, sehingga, disamping dengan berpuasa tersebut tubuh bisa beristirahat, juga hati dan pikiran kita bisa jauh lebih jernih. Puasa adalah pengendalian diri. Pengendalian diri akan keinginan-keinginan kita, pikiran-pikiran kita, perasaan-perasaan kita, pembersihan dari ‘setan-setan’ yang bercokol dalam diri kita sendiri. Jadi ketika kita masih memiliki pemahaman bahwa ada ‘setan-setan’ di luar diri kita yang menggoda/mengganggu proses puasa kita, kita justru telah lupa akan esensi dari puasa itu sendiri.
Berpuasalah dengan kesadaran, tanpa kesadaran, puasa kita tidak banyak membantu. Tanpa kesadaran, yang akan terjadi adalah seperti yang sering kita saksikan selama ini. Yaitu, kita masih belum bisa menerima jika ada orang yang di luar kita yang tidak berpuasa, kita tidak bisa menerima/atau merasa tergoda jika melihat warung makan tidak tutup sementara kita tengah berpuasa hingga kita merasa harus memaksa mereka untuk menutup warungnya selama kita berpuasa, dan lain sebagainya. Dengan begitu, berarti kita justru masih ‘memelihara setan’ tersebut bercokol dalam diri kita. Kita takut tidak bisa mengendalikan diri, sehingga kita merasa perlu untuk menyuruh orang-orang di sekeliling kita agar tidak makan minum di hadapan kita, tidak membuka warung makannya di saat kita tengah berpuasa dan lain sebagainya. Dan itu juga berarti kita telah gagal dalam mengendalikan diri kita.
Bersihkan dulu diri kita dari hal-hal tersebut, itu yang akan menyelamatkan kita. Membebaskan kita dari cengkeraman dan pengaruh ‘setan’ tersebut.
Sesungguhnya dengan berpuasa itu, kita justru tengah memberikan ‘makanan’ bagi batin kita. Batin kitapun juga perlu ‘makanan’, hanya saja berbeda dengan makanan yang dikunyah oleh mulut kita selama ini. Dengan berpuasa, ‘sistem pencernaan’ dalam batin kita jadi bekerja. Dengan batin memperoleh makanannya, batin akan memperoleh energi untuk keperluan batin tersebut. Batin jadi bersih dan tercerahkan. Sama halnya dengan ketika kita puasa berbicara. Ketika kita puasa berbicara, sesungguhnya kita tengah membiarkan telinga ini untuk ‘mengkonsumsi dengan baik’ makanannya. Apa yang kita dengar, itulah ‘makanan’ bagi telinga kita. Dengan puasa berbicara, apa yang kita dengar tersebut akan ‘dicerna dengan baik’ oleh otak kita, pikiran kita. Oleh karenanya, biasanya seorang pendengar yang baik adalah pembicara yang baik pula. Sebaliknya, seorang yang terlalu banyak bicara, biasanya juga bukan seorang pendengar yang baik.
Dengan berpuasa dalam kesadaran seperti itu, akan semakin memudahkan proses samadhi kita. Hati dan pikiran yang bersih, menunjang proses samadhi kita dan kita akan jauh lebih mudah lagi untuk menapaki tahapan dalam bersamadhi.
Berikut ini adalah beberapa jenis puasa dalam Kejawen ;
1. Puasa Mutih.
Puasa ini adalah puasa dimana kita hanya di perbolehkan untuk makan nasi putih dan minum air putih saja. Jam makan sama seperti biasa, hanya saja kita makan nasi putih serta minum air putih saja.
2. Puasa Ngebleng
Puasa Ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang yang melakoni puasa Ngebleng tidak hanya tidak boleh makan, minum, namun juga tidak boleh keluar dari rumah/kamar, apalagi melakukan aktifitas seksual. Waktu untuk tidur juga di kurangi. Dan juga tidak boleh ada satu penerangan pun yang berada dalam kamar tersebut.
3. Puasa Pati Geni
Puasa Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng. Perbedaannya yang nyata adalah, jika dalam pati geni, kita sama sekali tidak diperbolehkan untuk tidur. Jadi harus senantiasa terjaga.
4. Ngrowod
Puasa yang satu ini hampir sama dengan puasa mutih, perbedaannya, jika puasa ngrowodhanya makan buah-buahan saja.
5. Puasa senin-kemis
Puasa yang ini seperti puasa pada umumnya, hanya saja dilakukan pada hari tertentu saja, yaitu hari senin dan kamis.
6. Puasa weton dan neptu 40
Puasa ini hanya di lakukan pada saat weton (hari kelahiran) saja. Demikian juga dengan puasa neptu 40, puasa ini juga hanya dilakukan pada hari-hari yang ber neptu 40, di antaranya adalah :
- Jum’at Pahing, Sabtu Pon dan Minggu wage ;
- Sabtu Kliwon, Minggu legi, dan Senin pahing ;
- Selasa Kliwon, Rabu legi dan Kamis Pahing ;
- Rabu pon, Kamis Wage dan Jum’at Kliwon (atau bisa juga ; Kamis wage, Jum’at kliwon dan Sabtu legi)
7. Tapa Ngrame
Puasa yang satu ini, menurut KRMH Toeloes Koesoemaboedaja serta R Rahajoe Dirdjasoebrata adalah puasa yang tersulit dan terbaik. Beliau ber dua selalu menyarankan kepada penulis untuk melakukan hal yang satu ini. Cara berpuasa ini adalah seperti laku ngurang-ngurangi, yaitu kita berpuasa, namun jangan sampai orang lain tahu kalau kita tengah berpuasa. Dalam keseharian kita tetap beraktifitas seperti biasanya. Kita hanya diperbolehkan makan sekedarnya, sokur-sokur hanya dua atau tiga sendok makan saja dalam sekali makan. Hari berikutnya ditingkatkan lagi, kalau hari sebelumnya tetap makan 3x sehari, hari yang berikutnya tersebut makan satu kali sehari, dan begitu seterusnya hingga kita benar-benar tidak makan selama kita tidak nirdaya. Jika kita bertamu di tempat orang/teman dan kita disuguhkan sesuatu, kita tetap memakannya tapi hanya sekedarnya saja. Hanya sekedar buat pantes-pa
0 komentar:
Posting Komentar